Simpang Siur Pemboikotan Film Asing di Indonesia


Pemberitaan ditariknya film-film asing dari Indonesia beberapa saat yang lalu menjadi kabar yang tiba-tiba sekaligus mengejutkan. Pemberitaan yang menjadi trending topic ini sontak berbagai individu mengeluarkan pendapatnya masing-masing. Mulai dari mereka yang tidak tau-menau soal perfilman, bisnis pemasaran, bioskop, dan yang pakar dibidangnya semuanya angkat bicara. Ternyata, sebegitu menarik perhatiaanya film asing dimata masyarakat kita. Kenapa bisa demikian?, apa yang sedang terjadi dengan Film asing di Indonesia?
Bahasan ini akan menjadi sebuah analisis stuktural dimana tema mengenai pemboikotan film asing di Indonesia saat ini sangat dipengaruhi oleh banyak hal dan mempengaruhi banyak hal. Permasalahan ini cukup kompleks untuk dapat diteliti. Oleh karena itu, secara analisis sejarah struktural permasalahan ini dapat dikaji dari berbagai aspek seperti dari sudut ekonomi, politik, sosial budaya, magement dan lain-lain. Kali ini, saya akan membahas persoalan pemboikotan film asing ini dari perspektif sosial masyarakat. Seperti apa reaksi masyarakat terhadap pemboikotan film asing di Indonesia.
Pada tanggal 17 februari2011 lali mulai dikeluarkan surat edaran dari Ditjen Pajak Nomor 3 Tanggal 10 Januari 2011 mengenai penetapan bea masuk atas hak distribusi film impor. Dikeluarkannya surat edaran tersebut berbuntut penghentikan impor film asing ke Indonesia oleh pihak Motion Picture Association (MPA). Peyetopan atau penghentian film asing ini sontak memicu pendapat semua pihak yang menyukai film Hollywood, bollywood dan cina. Misalnya dari sudut pandang masyarakat awam yang tidak mengerti soal perfilm-an, namun menyukai film-film asing seperti Harry Potter, James Bond, Spider Man, 127 hours, pirates of caribean dll. Secara kuliatas tentu saja film-film asing ini banyak disukai oleh masyarakat, dibandingkan dengan film-film lokal yang identik dengan film-film kelas sampah sekelas sinetron yang berlebihan, hantu-hantu, pocong-pocong, kuntilanak-kuntilanak, yang menyrempet-nyrempet seks, dan lain-lain yang sangat tidak berbobot. Banyak pihak yang menolak pemboikotan film ini karena film-film asing dirasa lebih berbobot daripada film-film lokal.
Kenapa diboikot? Pemboikotan film asing ini diakibatkan karena pihak MPA (Motion Picture Association) menilai penetapan itu tidak lazim dan tidak pernah ada dalam praktek bisnis film di seluruh dunia, kata Ketua Gabungan Perusahaan Bioskop Seluruh Indonesia (GPBSI) Noorca Massardi, dalam siaran persnya, Jumat (18/2/2011.
Dizaman sekarang ini ada ketidakpercayaan masyarakat terhadap pemerintah dan pers. Kebobrokan pemerintahan sekarng ini membuat masyarakat tidak terlalu percaya dengan isu-isu yang ada. Bisa jadi itu hanyalah rekayasa pemerintah sebagai pengalihan isu, sebagai taktik politik, politik kalangan atas yang haus akan kekayaan dan kekuasaan atau apapunlah yang sulit dimengerti oleh kalangan bawah seperti penulis. Terkadang pemerintah mengada-ngada. Sehingga saat ini pun ketika isu ini muncul, banyak juga masyarakat yang mengatakan “gk ngertilah”, gk mungkin, bodo amat, siapa yang tau dibelakang masalah ini? siapa dalangnya? Tidak ada kejelasan. Initnya masyarakat sudah tidak percaya kepada pemerintah!. Akhirnya, banyak masyarakat kalangan menengah (yang biasanya menyukai film asing) menghujat keputusan pemerintah ini, keputusan pemerintah yang kekanak-kanakan yang mengatakan bahwa keputusan pemboikotan ini adalah salah satu cara untuk memacu pertumbuhan film nasional dan mendorong sineas untuk menghasilkan karya yang bermutu kemudian memicu nasionalisme masyarakat. Sangat sempit sekali jika nasionalisme masyarakat dihitung dari film yang ditonton. Sedangkan film-film lokal memproduksi 77film per tahun dan kebanyakan adalah film horor yang mengumbar dada dan paha serta tehnik perfilmannya masih jelek.
Pada berita yang simpang siur sekarang ini sulit rasanya untuk mempercayai pihak yang mana. Salah satu milis resmi film Indonesia (filmindonesia.or.id) mengatakan suatu kesimpulan alsan tersebut sebagai berikut;  importir dan atau Hollywood terbukti selama ini bayar pajak impor terlalu rendah, dengan cara melanggar ketentuan yang berlaku. Mereka telah melakukan self assesment yang salah. Bukan pemerintah yang menambah pajak dengan mengeluarkan peraturan pajak baru. Justru sangat tidak wajar kalau pemerintah tidak mengoreksi hal ini.
Sedangkan pihak MPA menilai penetapan bea masuk atas hak distribusi film impor berdasarkan surat edaran dari Ditjen Pajak Nomor 3 Tanggal 10 Januari 2011, bahwa “penetapan itu tidaklah lazim dan tidak pernah ada dalam praktik bisnis film di seluruh dunia”. Kemudian adalagi sumber yang mengatakan bahwa “itu hanya gertakan saja, hal yang sama pernah berlaku di Thailand”. Pajak yang harus dibayarkan oleh Pihak MPA sangat rendah dan ini menyulut emosi para sineas nasional. Film asing ditarik? “siapa takut??” bukankah Indonesia masih punya harga diri ? kalau memang seprti itu. Tidak ada yang tau karena politik pemerintah tidaklah tersentuh oleh kalangan awam seperti penulis.
Ternyata reaksi masyarakat kebanyakan saat ini cukup skeptis, hanya mendengar tetapi tidak tertarik untuk turut membantu karena ada “ketidakpercayaan” masyarakat terhadap pemerintah, karena sudah terlalu banyak dusta politik pemerintah saat ini. Tidak tau siapa teman siapa lawan bagi masyarakat. Sangat menyedihkan.


Comments

Popular Posts