Memahami Masalalu berdasarkan Latar Belakang Penulis (SEMINAR KEBANGKITAN SUNDA 20 MEI 2011 di Gedung BI)


Dalam menceritakan karya sejarah, terdapat perbedaan yang mendasar pada setiap pemateri pada seminar ini[1]. setiap pemateri mempunyai gayanya masing-masing dalam menceritakan cerita sejarah. Gaya ini dipangaruhi oleh latar belakang pemateri. Pemateri dalam seminar kali ini saya menggolongkannya kedalam tiga kategori. Pertama adalah mereka yang keturunan para pelaku sejarah kedua, adalah peminat sejarah, ketiga adalah peneliti sejarah. Keturunan para pelaku sejarah ini antara lain keturunan bangsawan seperti Sultan Sepuh XIV dari keraton Kasepuhan-Cirebon, R Sambas Wiradipura dari Sukapura, P. Hempi Raja Kaprabon dari Keraton Kaprabonan Cirebon, Otong Wiranatakusumah dari Bandung, R Lukman Sumadiwirya dari Galuh,  R. Ahmad Wiryaatmadja, Sanu Ningrat dari Suka Bumi. Kedua, kategori peminat sejarah ini adalah mereka yang menyukai dan turut melestarikan sejarah seperti Prof. H Himendra Wargahadibrata seorang dokter sekaligus penggiat sejarah, Aan Merdeka Permana (budayawan), Asep Salahudin (Sosiologis). Kategori ketiga adalah peneliti. Mereka yang terjun langsung meneliti masa lalau itu seperti Mumuh Muhsin (Sejarawan), Elis Suryani (Filolog), Hasan Djafar (arkeolog).
Kategori pertama kaum bangsawan (keturunan para pelaku sejarah), dalam menceritakan cerita sejarah, mereka menceritakan apa yang menjadi warisan turun-temurun dari luluhur mereka. Misalnya geanologis atau silsilah kerajaan, hasil-hasil pemikiran leluhur mereka yang pernah menjadi raja contohnya hasil pemikira Sunan Gunung Djati, peninggalan-peninggalan kerajaan, warisan budaya dll. Dalam melestarikan peninggalan sejarah mereka cenderung terbuka untuk memberikan ruang kepada peneliti untuk meneliti benda-benda peninggalan leluhur mereka.
Dalam kategori kedua, peminat sejarah. Mereka ini berlatar belakang bukan sejarawan, bukan pula turunan pelaku sejarah namun, berlatar belakang akademik lain seperti sosiolog, budayawan namun menyukai sejarah dan turut terlibat didalam pelestarian sejarah. Dalam menceritakan cerita sejarah, mereka ini  cenderung menarik sejarah dari sudut pandang akademis mereka. Jika ia seorang budayawan, jika ia seorang sosiolog hendaklah ia menceritakan sejarah melalui sudut pandang itu. Sebagai contoh, pemateri Aan Merdeka Permana. Mantan wartawan dan penulis sekaligus peminat sejarah. Kali ini, saya memilih Aan Permana sebagai pemateri ‘terinteraktif’ dimana ketika Aan Permana memaparkan makalahnya peserta seminar dibawa masuk kedalam masalalunya. Ikut bernostalgia dalam masa SLTPnya. Penyuguhan cerita yang baik dan menarik merupakan model penceritaannya. Latar belakang sebagai penulis dan wartawaan membuatnya lihai memainkan kata-kata sehingga dapat menjual cerita sejarah yang kata “orang banyak” ini sangat membosankan. Dalam melestarikan sejarah, para peminat sejarah ini ikut serta dalam menyebarluaskan cerita sejarah berdasarkan latarbelakang pengetahuan mereka. Mendapat ilmu dari ilmu sejarah kemudian membagikan cerita sejarah kekhalayak ramai dengan bahasa yang menarik merupakan pekerjaan mereka.
Dalam kategori ketiga, peneliti sejarah seperti Mumuh Muhsin, Elis Suryani dan Hasan Djafar. Dalam memaparkan cerita sejarah para peneliti ini memanfaatkan ilmu akademisnya untuk mengkaji sejarah. Dalam hal ini, mereka bertindak sangat objektif dalam arti intersubjektif. Berbicara berdasarkan fakta, maupun berpendapat intersubjektif. Hingga penafsiran mereka bisa diterima oleh mayoritas masyarakat. Sebagai contoh, Elis Suryani (filolog) mencoba menceritakan kebenaran sejarah berdasarkan latar belakang akdemiknya. Ia sorang filolog yang berusaha mencari suatu kebenaran lewat studi tekstologi. Elis Suryani mencoba memparkan bahwa kebenaran tentang Prabu Siliwangi berdasarkan penelitian naskah-naskah kuno. Dari penelitian itu diketahui bahwa apa yang tercatat dalam nanskah memang belom bisa dikatakan fakta sejarah, tatapi tidak bisa juga diabaikan. Bagaimanapun juga, naskah kuno adalah bagian dari sejarah yang tidak bisa diabaikan. Naskah ada, karya sastra kuno ada pasti berdasarkan jiwa zaman yang ada pada saat penulisan terjadi. Kategori ketiga ini, dalam melestarikan sejarah tentunya harus tetap giat dalam penelitian sejarah, mempunyai motivasi yang tinggi akan pentinggnya sejarah kemudian menyebarluaskan sejarah. Tak lain tujuannya adalah untuk memperkuat identitas suatu bangsa berdasarkan kearifan-kearifan lokal.


[1] Seminar Kebangkitan Nasional. Tema: Jawa Barat Ngahiji. Dialog Interaktif, Revitalisasi Nilai-NIlai Budaya Masyarakat Tatar Sunda; Nyusur Galur Mapay Raratan, Ngaguar Warisan Prabu Siliwangi Ti Padjajaran. Bandung, 20 Mei 2011. Diadakan di Bank Indonesia Bandung.

Comments

  1. Sampurasun
    Kebangkitan Sunda adalah KEBANGKITAN SISTEM GLOBAL.
    MANDALAJATI NISKALA membawa KEBANGKITAN SISTEM GLOBAL:
    1)Sistem Filsafat Sastra Jendra Hayu Ningrat Pangruwating Diyu
    2)Sistem Ekonomi Sunda Global Stamo~2013
    3)Sistem Filsafat Rahasia Diri.
    4)Sistem Filsafat Kemanunggalan.
    5)Sistem Filsafat Kiam~Maut kehidupan, dll.
    ITULAH KEBANGKITAN SUNDA YANG SEBENARNYA.

    ReplyDelete
  2. Sampurasun
    Kebangkitan Sunda adalah KEBANGKITAN SISTEM GLOBAL.
    MANDALAJATI NISKALA membawa KEBANGKITAN SISTEM GLOBAL:
    1)Sistem Filsafat Sastra Jendra Hayu Ningrat Pangruwating Diyu
    2)Sistem Ekonomi Sunda Global Stamo~2013
    3)Sistem Filsafat Rahasia Diri.
    4)Sistem Filsafat Kemanunggalan.
    5)Sistem Filsafat Kiam~Maut kehidupan, dll.
    ITULAH KEBANGKITAN SUNDA YANG SEBENARNYA.

    ReplyDelete
  3. trimaksih koreksinya :) dari nomor 1 sampai 5 esmuanya filsafat. artinya sudah memalui proses pemikiran yang panjang ya?

    ReplyDelete

Post a Comment

Popular Posts